Rabu, 05 Oktober 2016

Sebab, kita menjalani tidak sehari dua hari.

Bagaimana bisa kamu menjadi orang yang benar benar ingin kubenci? Sementara, dulu begitu dalam aku menjatuhkan hati. Hatiku menolak pergi, tetapi kenyataan terlalu menyakiti. Kamu lelah dengan segala yang kita perjuangkan bersama. Kamu memintaku berlapang dada, memintaku melepaskan begitu saja.
Apakah kamu tidak pernah merenungkan walau sejenak saja, betapa luka pedih mengiris dada, melihat orang yang paling dicinta meminta lepas demi seseorang yang ia cinta? Kita tidak menjalani ini sehari dua hari, terlalu lama kebersamaan ini membuat aku tidak tahu lagi jalan kembali.

Meski tidak ingin memintamu kembali, tapi lukanya tetap saja tak sepenuhnya pergi. Menyiksa malam-malamku, menyesakkan dalam diamku. Kenangan selalu pulang dengan hal-hal yang kamu buang. Dengan hal-hal yang dulu sepenuh hati kita impikan dalam hal berjuang.
Apa kamu bahagia dengan segala luka yang kini kurasa? Apa kamu tidak merasa betapa dalamnya aku tenggelam dalam hal-hal yang terlalu pahit rasanya kenyataan ini?

Menjadi kamu mungkin menyenangkan, setelah dicintai bisa semudahnya membuang. Setelah disayangi lantas kamu merasa berhak menyakiti. Sementara aku tertatih untuk berdiri kembali. Andai mudah membencimu, aku sudah melakukannya semenjak kamu memilih berlalu. Namun, perasaan tak pernah sepenuhnya bisa dikendalikan. Aku masih mencarimu dalam doa-doa, meski tidak sesering dulu sewaktu awal terluka. Lelah rasanya begini, mengharapkanmu yang tak pernah peduli. Menggenggam hati seseorang yang tak lagi bersedia dimiliki.

Semoga waktu benar-benar obat dari segala pilu. Tak banyak lagi yang kuharapkan darimu. Meski sejujurnya tak semudah itu membiarkanmu semakin jauh dari masa lalu. Namun, aku paham, aku bukan lagi orang yang kamu inginkan. Sekuat apa pun aku menjaga doa-doa untuk bersama, tidak akan berguna bila kamu tidak juga bersedia.
Menjadi kamu mungkin tak akan pernah mengerti rasanya mencintai seseorang, pada saat yang sama perasaan itu terus saja menyakitimu tanpa pernah bisa kamu buang.
Jagalah dia baik-baik, semoga luka hatimu tidak pernah berbalik.
Jagalah dia yang kamu pilih sebagai cinta, semoga kelak dia tidak menjadi seperti kamu, yang memilih pergi dan membekaskan luka.

—BOYCANDRA, dalam buku "Senja, Hujan, dan Cerita yang Telah Usai"

Senin, 29 Agustus 2016

Kita hanya butuh jeda, bukan luka.

Ada saatnya kita akan dihadapkan pada masa masa sulit. Kamu atau aku yang terlalu sibuk, sementara curiga tumbuh dan mulai melemahkan.
Barangkali yang meresahkan pada saat yang sama kita juga sedikit waktu untuk bertemu dan saling menjelaskan. Waktu seolah tidak ingin berpihak kepada kita. Padahal kita sama sama tau, bertemu adalah salah satu cara terbaik, sebab terlalu banyak kabar yang tidak baik dibawa oleh angin. Dan semua itu butuh penjelasan, butuh pertemuan agar tidak tumbuh keraguan dan kerancuan.
Namun apa daya, ada hal hal yang memenjarakan kita.

Pahamilah, setiap orang yang berkasih sayang akan mengalami hal yang sama, hanya saja ada yang melaluinya dengan baik ada yang tidak.
Akan ada fase ketika dua orang yang ditimpah masalah mereka harus terpisah, harus menunda, dan menunggu waktu yang baik untuk bertemu.
Kalau sudah begini harus dipahami bahwa kita sedang menunggu waktu untuk mendapatkan solusi, bukan waktu senggang lantas mencari selingan hati.
Kita harus menyelesaikan semuanya dengan baik, sebab kita mulai dan menjalaninya dengan awal yang baik.
Kita akan kembali melanjutkan dengan segala yang pernah kita rencanakan.

Saat dua orang lelah yang dibutuhkan hanya menikmati jeda agar kuat lagi untuk mengalahkan rimba.
Begitupun saat dua orang ditimpah masalah. Yang dibutuhkan hanyalah duduk berdua, menenangkan kepala, saling mendengarkan, dan bergantian berbicara. Redahkan ego. Yakini satu hal, kita sedang mencari titik terang bukan mengemukakan emosi melakukan perang.
Jika memang belum waktunya untuk saling bicara mari kita menikmati jeda.
Lakukan hal yang membuat kita kembali jatuh cinta.
Barangkali saling jauh sejenak bisa kembali menumbuhkan rindu.
Renungkan lagi bagaimana kerasnya kita saling memperjuangkan dulu.
Kita selalu berkesempatan menentukan akhir kisah ini kan? Menjadi hujan, senja, ataupun kenangan.

Berilah jarak dan jedah jika memang semua itu bisa mengembalikan perasaan yang dulu kita puja.
Sebab aku masih ingin denganmu saja.
Aku tahu kepalamu bisa jadi lebih batu dari egoku. Tetapi kamu harus pahami, bukan itu yang menjadikan kita saling mengerti.
Tenangkanlah segala resah.
Tidak usah memaksakan bicara seketika jika kesal rasanya.
Pelan pelan saja.
Ingatlah bahwa ada bahagia yang harus kita jaga. Sebab setelah kelelahan panjang ini kita akan kembali saling mengerti...
.
.
bahwa kita memang diciptakan untuk bersama, bukan berpisah ujungnya.

Selasa, 17 Mei 2016

Surat Terakhir dari Perempuan yang Pernah Mencintaimu Terlalu Dalam

Kepada Tuan yang saat ini sudah pergi
Aku tak tahu lagi, bagaimana kabarmu saat ini
Sungguh, menahan diri dari bertegur sapa denganmu, tak kukira akan seberat ini
Namun demi diriku sendiri, aku harus kuat menahan ingin apapun
Yang berhubungan denganmu
Mungkin kau tak pernah merasanya
Aku tak peduli
Bukan waktuku lagi untuk berpikir sejauh itu, saat ini
Tapi dalam tulisan kali ini
Biarlah aku singkirkan semua pertahananku untuk tak menulis selain tentangmu
Karena kali ini, semoga benar yang terakhir kali
Aku ingin merasa lega
Karena berhasil menulis apa yang hatiku rasa
Tuan, bagaimana kabarmu?
Dengan atau tanpa aku, aku yakin kau akan baik-baik saja
Karena di sana, mungkin telah ada dia
Tuan, bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan burukmu?
Aku mungkin begitu bodoh, karena sampai detik ini aku masih mengkhawatirkanmu
Hal yang seharusnya tak perlu lagi kulakukan
Ya, semuanya sudah berganti dengan doa saja, pada Tuhan
Tuan, aku mungkin bukan yang terbaik untukmu
Kau pun mungkin bukan yang terbaik untukku
Dan kita, sudah pasti bukan yang dijodohkanNya
Betapa sakit menulis sebuah kalimat di atas
Karena dalam mimpi pun, masih selalu kau yang kuharap menjadi pendampingku
Juga menjadi ayah dari anak-anakku
Ah, Tuan
Mungkin ini benar akan menjadi surat terakhir untukmu
Karena hatiku butuh jeda
Untuk sembuh dan hidup lagi seperti sedia kala
Sedihku, biarlah disembuhkan waktu
Karena sebelum ini, kita pernah sama-sama bahagia
Sebelum Tuhan mempertemukan kita
Aku tahu, sebuah kalimat “aku akan bahagia, bila kau bahagia” adalah klise
Karena nyatanya, mungkin bahagiaku adalah bahagia yang berbalur sedikit nyeri dalam hati
Saat kutahu kau sudah bersama yang lain
Namun percayalah, aku tetap ingin kau bahagia
Berbahagialah, dengan caramu
Dan tolong ingatlah aku
Sebagai perempuan yang pernah begitu dalam mencintaimu
: walau saat ini, aku sudah tak ada dalam pelukmu

(Tia.S)

Rabu, 03 Februari 2016

Doa sederhana untuk kamu yang tidak pernah sederhana.


04 Februari 1993,
bahkan di tanggal segitu, benih dalam kandungan ibukupun belum terbentuk aku. Tapi kamu, sudah dikirim ke dunia oleh Tuhan mungkin bukan tanpa maksud, kamu dilahirkan lebih dulu karena Tuhan percaya kamu mampu untuk menjaga orang-orang yang lahir sebelum kamu dan lahir sesudah kamu.

04 Februari 2015
Ini kali pertamaku mendampingi ulang tahunmu. Bahkan baru beberapa bulan kebersamaan kita saat itu, tapi entah mengapa aku merasa begitu hangat dan nyaman berada disampingmu. Aku merasa lengkap, bahagiaku sempurna dan aku merasa hidupku baru dan lebih berwarna. Berlebihan? Rasanya tidak juga, kamu harus merasakan menjadi aku agar kamu bisa tau rasanya bersama kamu. Tuhan dan takdirnya sedang menguji kita kala itu. Semesta sedang ingin bercanda dengan humornya. Masih ku ingat bagaimana tangisku pecah membayangkan dirimu yang jauh dariku sedang dalam kesusahan, dalam bencana ujian kehidupan. Tak henti ku doakan kamu, aku pun tahu kau pun pasti meminta doa yang sama denganku. Semoga semua harapanku sampai kepada tangan Tuhan. Harapan yang juga kamu hembuskan pada hari itu.

Alhamdulillah, Selamat Ulang Tahun Ferdinand Pratama Putra.




Buka post ini kapanpun kamu ingin membaca kembali apa yang aku harapkan dari seorang kamu di umurmu yang ke 23 ini. Aku tak mengharapkan banyak hal, selain segala kesehatan, rezeki dan transformasi kamu untuk menjadi sosok yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Aku yakin, kamu mempunyai banyak impian. Tugasku bukan membantumu mengejar impian tersebut, aku hanya cukup untuk duduk disini, melihatmu berusaha, mendorongmu agar lebih kuat, menjagamu agar tak kelewat batas, dan menopang lelahmu ketika sudah mulai letih mengejar semua.

Usahalah yang kuat, sekolah yang tinggi. Aku akan tetap ada disini, mendoakanmu, dan menunggumu pulang. Berjanjilah padaku, untuk selalu pulang dan kembali. :)

Tetap jadi pribadi yang ramah, rendah hati, dan tegar. Kedepan, hidup akan selalu lebih berat. Berdoalah agar selalu siap menghadapinya. Ingatlah, jangan pernah meminta untuk diringankan bebannya, mintalah agar dikuatkan tenaganya. Aku yakin, kamu akan mampu melewati semua.

Kejar semua yang kamu ingin,
akan datang saatnya kita akan berbicara tentang hari ini, pada suatu sore, dengan gelas kopi yang harum. Kita akan mulai membicarakan hari ini, tentang semua hal yang sudah kita lewati dan pencapaian yang telah kita raih. Percayalah, aku akan tetap disini. Asal kamu bersedia berjanji, untuk juga tetap berusaha.. Untuk kamu, untuk aku, untuk kita.




Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun jagoan kesayanganku...

Dari tempat aku menulis puisi, 04 Februari 2016.
Yang akan terus mencintaimu,
Irna Anggraini