Rabu, 05 April 2017

Tentang cita-cita menjadi (calon) Istri yang baik.

-Karna semalem terlibat percakapan tengah malam prihal menjadi istri dan ibu yang baik 😊😊-
.
.
Apa cita-cita kamu setelah menikah dan menjadi istri? Punya rumah besar? Mobil keluaran terbaru? Segera punya anak? Apa saja, selama baik, berdoa dan berusahalah terus untuk meraihnya.

Saya?
Saya adalah perempuan yang bercita-cita menjadi seorang istri dan ibu yang baik, yang bukan hanya bisa mengurus anak, rumah, dan suami, tetapi juga bisa mencari uang untuk paling tidak menghidupi hobi sendiri.
Saya pengennya sih bisa mandiri, kalo kepengen apa-apa bisa beli sendiri, nggak harus minta apalagi sampe merengek ke suami. Biarlah dia cukup dipusingkan dengan biaya rumah tangga dan pendidikan anak, urusan kepengenan saya pengennya bisa saya penuhi sendiri. Malah saya akan lebih senang kalo penghasilan saya bisa support suami juga, kan pernikahan di bayangan saya itu semuanya harus ditanggung bersama. Itu kan pengennya, semoga dikasih jalannya.

Udah, gitu aja?
Nggak.
Saya pengen bisa nyiapin sarapan untuk anak-anak dan suami saya setiap pagi sebelum saya berangkat ke kantor. Bisa pulang cepat untuk menyiapkan makan malam untuk mereka, atau sekadar snack malam hari buat nemenin (calon) suami saya begadang. Bisa memberikan anak saya ilmu agama dan hidup yang baik, bisa ngajarin anak saya bahasa Indonesia yang baik, bisa melindungi dan menjaga anak-anak saya dari hal-hal buruk. Bisa nemenin anak-anak saya main setiap weekend, beli mainan dan buku cerita, berenang, jalan-jalan ke taman dan museum, atau masakin cemilan dan makanan kesukaan (calon) suami saya.

Kalau belum punya anak?
Saya pengen jadi istri yang bisa mendengarkan suaminya, muluknya, pengen bisa bantu suami untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi kadang, kita punya keterbatasan, kan? Jadi, kalo nggak bisa bantuin, paling tidak saya bisa bikin dia lebih tenang dan merasa semuanya akan baik-baik saja (walau kenyataannya tidak). Saya pengen jadi istri yang setiap subuhnya diimamin suami, cium tangan terus dikecup keningnya. Saya pengen jadi istri yang setiap suami saya bangun tidur, saya udah ada di depannya membawa secangkir kopi hitam kesukaannya serta sebuah kecupan yang tak kalah hangat. Saya pengen jadi istri yang ketika suami saya pulang ke rumah, saya udah cantik dan wangi, sudah menyiapkan makan malam, sudah siap memeluknya dan mendengarkan bagaimana harinya berjalan. Saya pengen jadi istri yang setiap malam sebelum tidur, bisa diajak berdiskusi soal pekerjaannya, barang-barang incarannya, soal hal-hal yang ia menangkan, atau soal temannya yang dia bikin sirik karena dia yang mendapatkan apa yang menjadi incarannya. Saya pengen jadi istri yang bisa diajak bebodoran, tertawa bersama, karokean lagu-lagu zaman dulu, dengerin dia nyanyi sampe ngegrowl walau suaranya pas-pasan dan berakhir dengan kami ketiduran. Saya pengen jadi istri yang tiap dia masuk angin atau kakinya pegel-pegel, saya tinggal pijetin dan bikinin teh hangat, jadi dia nggak perlu lari ke tempat pijit. Saya pengen jadi istri yang nggak pernah lupa sama kewajibannya, dan punya suami yang nggak pernah lupa untuk memberikan hak-hak istrinya. Apa saja itu? Yaaa dikompromikan dahulu.

Banyak juga ya kepengenannya?
Lho, bukan cuma itu. Saya juga pengen jadi istri yang bisa bilang “saya punya” ketika dia sedang kekurangan, atau “saya bisa” ketika dia tidak mampu, atau “saya kuat” ketika dia merasa lemah. Bukan karena dia tidak sempurna dan saya harus menyempurnakannya, tapi karena saya ada untuk membuat hidupnya lebih mudah, bukan menyusahkannya. Karena saya pun nggak sempurna, saya pun nggak lengkap, saya cuma butuh seseorang yang bisa membuat hidup saya lebih ringan ketika beban sedang berat-beratnya. Pun dia.

Masih ada lagi?
Ada, dong. Saya pengen jadi istri yang bisa dia ceritakan ke orang lain dengan mata berbinar-binar dan bibir tersenyum. Istri yang juga disayangi oleh keluarganya. Istri yang dengan bangga dia gandeng ke setiap undangan. Muluk, ya?
Saya pengen begini, saya pengen begitu… Saya nggak perlu mempertanyakan apakah dia akan melakukan hal yang sama, karena dengan memutuskan untuk mengatakan “iya” saat dia (nanti) melamar saya, saya yakin kalau dia akan menjadi sebaik-baiknya suami, sepantas-pantasnya lelaki.

Bagi kamu yang punya keinginan sama dengan saya, yuk, dari sekarang coba untuk memperbaiki dan memantaskan diri untuk kelak menjadi pendamping seorang lelaki. Dan untuk lelaki yang pengen punya istri baik, coba juga belajar gimana caranya menjadi suami yang layak.

💛💚💜❤💙

Tidak ada komentar:

Posting Komentar