"Alangkah sepi rumah ini. Begini yaaa ma kalau anak-anak udah pada pergi semua nanti" - Papap
Kata-kata itu ku dengar jelas, pada suatu pagi dari dalam kamarku. Pagi itu adek iput dan abang edo sudah pergi ke sekolah. Mbak yang membantu beres-beres dirumah ini juga izin tidak datang bekerja hari ini. Aku sibuk menata ulang meja kamarku yang berantakan. Memang rumahku terasa sepi sekali pagi itu.
...
Kini aku beranjak menuju 21tahun. Terhitung tujuh belas tahun sudah aku tinggal dirumah ini, ketika itu aku akan memasuki sekolah TK. Papap dan momi mengajakku pindah dari kontrakan sederhana di daerah kayuagung menuju ke rumahku saat ini. Ya, rumahku. Tujuh belas tahun sudah aku menikmati rumah yang papap beli dari hasil kerja keras beliau sendiri. Rumah yang diberikan papap untuk anak-anaknya tumbuh besar, terutama aku. Rumah yang dibeli papap dan diberikan pada momi seutuhnya mengenai barang apa yang berhak ada di dalam dan hiasan apa yang pantas dipajang atau hanya sekedar disimpan dalam lemari. Rumahku, kebanggaanku...Istanaku.
Tak dapat ku dustai jika akhir-akhir ini aku sudah sering memikirkan waktu dimana aku akan meninggalkan rumah ini, waktu ketika 'dia' datang dan membawaku pergi dari rumah papap dan momi untuk membangun rumah tanggaku sendiri. Aku tak pernah lupa memikirkan bagaimana rasanya untuk pergi dari rumah ini, rasa takutku untuk pergi dan jauh dari rumah papap dan momi. Tapi aku selalu berusaha mengatasi perasaan tersebut, karna masa itu pasti akan datang dan harus dilewati.
...
Pagi ini kesibukanku terhenti, ketika tak sengaja ku dengar percakapan papap dan momi. Airmataku jatuh dengan sendirinya tak dapat dicegah. Pikiranku melayang ke masa dimana kami bertiga aku, bang edo, dan iput satu per satu pergi meninggalkan rumah dan jauh dari papap dan momi. Aku tak tahu bagaimana tepatnya perasaan papap dan momi pada saatnya nanti. Berat. Pasti. Tak dapat ku bayangkan perasaan papap dan momi ketika mereka mulai pensiun dan menikmati rumah ini berdua. Sepi. aaaaaaaaaahhh airmataku jatuh lagi :')
Irvan Basrawie - Nila S Irvan |
![]() | ||
Harapan, Doa dari papap dan momi. Serta Hijab bagi papap dan momi dari siksa neraka. |
"Dalam beriman, percaya bahwa Tuhan itu ada saja tidak cukup, karena kamu harus juga percaya bahwa Tuhan itu.... AJAIB"
Tuhan mengerti hambaNya jauh dari hambaNya mengerti dirinya sendiri. Tuhan tau, aku tak akan pernah sanggup meninggalkan rumah ini. Setidaknya, melangkahkan kaki dari rumah ini sendirian. Aku percaya, suatu hari nanti Allah akan "memaksa" aku untuk meninggalkan rumah ini dengan cara yang sangat sangat ajaib. Ketika saatnya datang, aku percaya. Tuhan akan mulai bekerja meredakan segala sakitku, ia "memaksa"ku pindah dengan caranya sendiri. Yaaa, pada saatnya nanti, aku memang harus meninggalkan rumah. Mengikuti suamiku nanti menempati tempat tinggal baru.
Kami memang "harus" meninggalkan rumah, dengan cara yang lebih manis. Bukan menutup pintu, pergi, memandang rumah ini dari kejauhan bahwa rumah yang berdiri kokoh itu bukan lagi tempatku pulang, meninggalkan papap dan momi. Bukan dengan cara itu kami pergi. Kami akan pergi meninggalkan rumah, untuk membentuk rumah tangga kami sendiri. Dan sesekali pulang membawa kebahagiaan yang lebih luar biasa lagi untuk papap dan momi.
![]() | |||
Rumahku...yang tak pernah meninggalkanku. Dan takkan pernah aku tinggalkan. |
Tapi yang jelas, meninggalkan "rumah" (dalam hal ini adalah ayah, ibu dan seluruh keluarga) memang tak pernah menjadi hal yang ringan, secinta apapun kamu dengan si "brengsek" yang berhasil mencuri anak gadis ayah keluar rumah. Meninggalkan kenyamanan dan mulai membentuk hidup baru. Hidup yang mulai dipusingkan oleh tagihan listrik, kulkas yang kosong dan kamar yang terlalu dingin karena kesibukan kami yang memang begitu padat.
Hargailah para perempuan yang bersedia untuk menikahimu...
Karena bagaimanapun, meninggalkan rumah itu adalah hal yang berat.
:)
Rumah Tanjung Elok, 15 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar